PERNAHKAH TERBAYANGKAN TENTANG KUALITAS DIRI?
Ini yang sering membuat saya berpikir panjang. Banyak orang dengan IPK tinggi masih belum mendapatkan pekerjaan tetap? Sedang beberapa dari mereka yang terlihat biasa telah mendapatkannya. Lalu salah seorang teman menanyakan kepada saya, kenapa saya sampai saat ini masih asyik sendiri? Tentu saja ini menambah daftar teman2 yang menanyakan hal serupa pada saya, katanya saya terlihat begitu menikamati kesendirian ini? Kenapa
saya juga enggan untuk menikmati kebaruan seperti teman-teman saya?. Jawab saya singkat "Prinsip Hidup".
Aah,,, sejuta pertanyaan “KENAPA” sering membuat saya
mengamati, berpikir, merenung, dan mengingat kembali apa-apa yang membuat
demikian. Lalu bagaimana dengan Anda, apakah hal serupa juga sering terjadi
pada Anda? Pertanyaan tersebut yang terbesit dalam diri saya bukan berarti saya
tidak mensyukuri nikmat Yang Kuasa. Selayaknya manusia biasa saya sering berkata
dalam diri, “tapi teman-teman saya bisa, teman-teman saya mendapatkan apa yang
tidak saya miliki”. Intinya saya mungkin memang merasa iri tapi bukan untuk
niat dengki. Iri yang saya miliki hanya semata-mata untuk memacu, memotivasi
saya bagaimana agar saya bias terus menjadi lebih baik. Tentunya mengekor teman
yang baik-baiknya ya. He he he…
Kembali pada tagline di atas, saya sempat berpikir
sebenarnya standarisasi manusia berkualitas itu seperti apa? Apakah haruslah
cantik, jika ia maka cantik seperti apa, konstruksi model siapa, apakah
haruslah berkulit putih, langsat, gelap atau merona, berambut hitam, panjang,
lurus, keriting, coklat, ikal, ataukah pendek. Atau mungkin berbadan tinggi
semampai, kurus, gemuk, pendek dan sebagainya. Seandainya kualitas seseorng
dideskripsikan secara fisikal mungkin saya orang pertama yang belum tentu masuk
dalam kategorinya. Saya hanya setinggi 150cm, dengan badan yang tidak terlalu
kurus atau gemuk karena berat badan saya memang sering berubah-ubah alias cepat
naik turun. Bahkan wajah saya sering dikatakan tidak mirip sebagai orang jawa tulen. Terlalu chabi
(alias tembem) dan kelihatan bulat saat berkaca tanpa jilbab. Duh, duh… repot
sekali yah, bagaimana menurut Anda apa ada hal yang mulai terbesit dalam hati?
Jika ia, maka Anda sudah mulai tertular saya. Hehehe…
Kalau tadi mengupas sisi fisikal, sekarang apa kualitas
dilihat dari psikologis. (teman jangan menyebutkan psikologis dengan kata
p-sikologis yah, menurut dosen saya yang seorang psikolog “psi” dalam ejaan psikologi
dibacakan “si” jadi sikologi, atau sikiater). Kualitas diri seseorang sisi
kejiwaan, apakah harus menyenangkan, mudah bergaul, cepat berpikir dan
bertindak, banyak senyum, mampu komunikasi dengan baik? Anda seperti itu? Saya
belum, not yet.
Lalu seperti apa diri yang berkualitas secara kesehatan?
Saya mungkin satu-satunya orang yang memikirkan pertanyaan-pertanyaan gila
semacam ini. Apa buat Anda, pertanyaan-pertanyaan tersebut gila? Saya sampai
terus memikirkannya dan belum mendapatkan jawaban sampai saat ini. Lalu apakah
teman-teman saya yang telah memiliki pekerjaan adalah seseorang yang
berkualitas? Teman-teman saya yang telah berpasangan juga manusia berkualitas,
entahlah. Lalu mungkin saya bukan orang atau belum berkaulitas entahlah juga. Karena
saya hanya berpedoman pada firman Allah “ Bahwasannya setiap manusia itu sama
derajatnya dihadapan Tuhan, hanya iman dan taqwa yang membedakannya”. Nah
sekarang apa saya sudah sedemikian yang disampaian oleh Illahi Rabby, dan Anda?