Senin, 20 Oktober 2014

Standarisasi Kualitas Diri


                 PERNAHKAH TERBAYANGKAN TENTANG KUALITAS DIRI?


Ini yang sering membuat saya berpikir panjang. Banyak orang dengan IPK tinggi masih belum mendapatkan pekerjaan tetap? Sedang beberapa dari mereka yang terlihat biasa telah mendapatkannya. Lalu salah seorang teman menanyakan kepada saya, kenapa saya sampai saat ini masih asyik sendiri? Tentu saja ini menambah daftar teman2 yang menanyakan hal serupa pada saya, katanya saya terlihat begitu menikamati kesendirian ini? Kenapa saya juga enggan untuk menikmati kebaruan seperti teman-teman saya?. Jawab saya singkat "Prinsip Hidup".

Aah,,, sejuta pertanyaan “KENAPA” sering membuat saya mengamati, berpikir, merenung, dan mengingat kembali apa-apa yang membuat demikian. Lalu bagaimana dengan Anda, apakah hal serupa juga sering terjadi pada Anda? Pertanyaan tersebut yang terbesit dalam diri saya bukan berarti saya tidak mensyukuri nikmat Yang Kuasa. Selayaknya manusia biasa saya sering berkata dalam diri, “tapi teman-teman saya bisa, teman-teman saya mendapatkan apa yang tidak saya miliki”. Intinya saya mungkin memang merasa iri tapi bukan untuk niat dengki. Iri yang saya miliki hanya semata-mata untuk memacu, memotivasi saya bagaimana agar saya bias terus menjadi lebih baik. Tentunya mengekor teman yang baik-baiknya ya. He he he…

Kembali pada tagline di atas, saya sempat berpikir sebenarnya standarisasi manusia berkualitas itu seperti apa? Apakah haruslah cantik, jika ia maka cantik seperti apa, konstruksi model siapa, apakah haruslah berkulit putih, langsat, gelap atau merona, berambut hitam, panjang, lurus, keriting, coklat, ikal, ataukah pendek. Atau mungkin berbadan tinggi semampai, kurus, gemuk, pendek dan sebagainya. Seandainya kualitas seseorng dideskripsikan secara fisikal mungkin saya orang pertama yang belum tentu masuk dalam kategorinya. Saya hanya setinggi 150cm, dengan badan yang tidak terlalu kurus atau gemuk karena berat badan saya memang sering berubah-ubah alias cepat naik turun. Bahkan wajah saya sering dikatakan tidak  mirip sebagai orang jawa tulen. Terlalu chabi (alias tembem) dan kelihatan bulat saat berkaca tanpa jilbab. Duh, duh… repot sekali yah, bagaimana menurut Anda apa ada hal yang mulai terbesit dalam hati? Jika ia, maka Anda sudah mulai tertular saya. Hehehe…

Kalau tadi mengupas sisi fisikal, sekarang apa kualitas dilihat dari psikologis. (teman jangan menyebutkan psikologis dengan kata p-sikologis yah, menurut dosen saya yang seorang psikolog “psi” dalam ejaan psikologi dibacakan “si” jadi sikologi, atau sikiater). Kualitas diri seseorang sisi kejiwaan, apakah harus menyenangkan, mudah bergaul, cepat berpikir dan bertindak, banyak senyum, mampu komunikasi dengan baik? Anda seperti itu? Saya belum, not yet.

Lalu seperti apa diri yang berkualitas secara kesehatan? Saya mungkin satu-satunya orang yang memikirkan pertanyaan-pertanyaan gila semacam ini. Apa buat Anda, pertanyaan-pertanyaan tersebut gila? Saya sampai terus memikirkannya dan belum mendapatkan jawaban sampai saat ini. Lalu apakah teman-teman saya yang telah memiliki pekerjaan adalah seseorang yang berkualitas? Teman-teman saya yang telah berpasangan juga manusia berkualitas, entahlah. Lalu mungkin saya bukan orang atau belum berkaulitas entahlah juga. Karena saya hanya berpedoman pada firman Allah “ Bahwasannya setiap manusia itu sama derajatnya dihadapan Tuhan, hanya iman dan taqwa yang membedakannya”. Nah sekarang apa saya sudah sedemikian yang disampaian oleh Illahi Rabby, dan Anda?


Kado Ulang Tahun

Hadiah Untuk Ulang TahunKU Yang Ke-26

Manusia hanya mampu merencanakan dan Tuhan lah yang menentukannya. Mungkin kata tersebut  yang tepat untuk untuk kondisi saya saat ini. Berencana skripsi pada September ini sebagai kado terindah untuk diri sendiri namun nyatanya yang terjadi adalah saya harus menunggu lagi selama satu semester untuk mewujudkannya. Entah bagaimana perasaan saya saat ini yang pasti semua hal terjadi dengan membawa hikmah dan pelajaran sendiri-sendiri.

Saat tahu tidak bakal jadi skripsi pada September yang sekiranya akan menjadi kado ulang tahun ke-26 tanggal 09-september-2014, ada perasaan kecewa. Saya telah merencanakan lebih dari satu tahun dan memberi harapan pada orang tua pula yang berada di Pekalongan. Namun ternyata Tuhan lebih tau mana yang terbaik untuk makhluknya. 

Selain ketertundaan skripsi atau lebih tepat harus menunggu Maret 2015 di ulang tahun ini saya masih berkutat dengan masalah-masalah yang lain. Tuhan sepertinya saya membutuhkan sedikit kekuatkan-Mu agar dapat tetap menjalani semua ini. Saya juga ingin sejenak bersandar pada Engkau karena memang Engkaulah Maha Kokoh tanpa ada yang menopang-Mu. Tuhan berkenanlah Engkau melapangkan jalan untuk saya dalam meniti perjalanan hidup ini. Saya masih belajar, merangkak, berjalan, terjatuh, terjerembab, bangkit dan kembali tersandung, berlari, berputar lagi dan terus menerus sampai pada titik dimana suatu hari Engkau menghendaki bertemu dengan saya.

Saya hanya ingin bersama-Mu sebagai manusia yang lebih baik, maka di usia yang sudah tidak lagi muda biarkanlah diri ini mengharapkan berkah di sisa-sisa umur dalam perjalanan mencari bentuk diri. Saya ingin memperbaiki hubungan dengan orang tua dan keluaga yang lain. Bertahun-tahun hidup jauh membuat saya terus berbeda pandangan dan cara berpikir dengan orang tua sendiri. Mungkin hidup di kota besar sendiri membuat saya menjadi sangat egois. Namun sekali lagi ada banyak hal yang bisa diperbaiki dengan sama-sama membuka komunikasi yang baik.

Maafkan saya sebagai anak, adik, kakak, saudara, teman dan sahabat kalian ini semua terjadi karena perjalanan hidup. Maafkan saya atas hubungan kita yang tidak baik. Tetaplah menjadi orangtua, kakak, adik dan teman untuk saya karena sejatinya sebuah hubungan yang baik menggerakan kita untuk saling mengingatkan satu sama lain. 

***Tulisan ini baru saya postingkan, untuk mengingatkan hubungan antara saya dengan orang tua selama ini. Dan saya belum juga menelepon beliau semenjak keberangkatan ke Jakarta pasca lebaran.